BANDA ACEH | Rendi Umbara seorang tokoh muda berdarah Pidie Jaya – Bireun mengatakan pemimpin di Indonesia agar tidak merasa alergi dengan kritik yang disampaikan, apalagi yang sifatnya solusi-solusi bagi kemakmuran bersama dimasa yang akan datang.
Hal ini disampaikannya kepada asumsipublik.id pada hari Senin (30/12/2024) melalui telepon seluler.
“Pemerintah kita harap terbuka dan mau menerima kritik sebagai bentuk partisipatif publik dalam menggapai cita-cita bangsa”, Ungkapnya.
Nabi Muhammad Shallahu'alaihi wassalam bersabda “Sesungguhnya agama Islam itu adalah nasihat. Maka Nabi ditanya oleh sahabat, untuk siapa nasihat itu wahai Rasulullah? Nabi menjawab : untuk Allah, Kitab-Nya, Utusan-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan ummat Islam seluruhnya”. (HR. Muslim)
Namun nasihat yang diberikan kepada pemimpin hendaklah melalui proses pertimbangan, observasi dan terdiri dari solusi-solusi. Hingga nasihat yang diberikan kepada pemimpin itu bersifat jujur dan benar jauh dari prasangka negatif dan sarat akan nilai-nilai kesopanan.
Termasuk diantaranya tidak mengandung unsur caci maki, hinaan dan merendahkan harkat dan martabat orang lain.
Umar bin Khattab radhiullahu ‘anhu pernah berkata, ‘semoga Allah merahmati sesorang yang menunjukkan kesalahanku’.
Pernah dalam sebuah khutbatnya Ia berkata “Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku. Namun jika aku menyimpang, maka luruskanlah aku”. (Kitab Jam'ul Jawami' karya Imam As-Suyuthi).
Di Negeri kita tercinta ini hendaklah tercipta suasana inklusif yaitu keadaan positif yang membiarkan rakyat menilai dan mengkaji ulang setiap kebijakan pemerintah.
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiullahu'anhu juga menolak orang lain mengikutinya dengan taklid buta, Ia tidak melegitimasi dirinya sebagai yang terbaik dikalangan umatnya. Ia menegaskan kepemimpinan bukanlah sebuah tanda superioritas yang menyebabkan ia anti kritik. Justru ini adalah amanah tanggung-jawab yang perlu masukan positif dari masyarakat untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam dirinya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengajak rakyatnya untuk menaatinya selagi ia menaati Allah dan Rasul-Nya, dan jangan menaatinya apabila Ia mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.
Kebiasaan dalam kepemimpinan khulafaurasyidin adalah mengutamakan musyawarah dalam segala hal. Mereka mengumpulkan para cerdik pandai dikalangan mereka dan memberikan pandangan yang terbaik terhadap suatu perkara dan merumuskannya bersama-sama terhadap hal-hal yang disepakati.
Unsur amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam mengontrol gerak laju pemerintahan membuat masyarakat pada saat itu bisa mencapai tujuan-tujuan besar secara bersama-sama.
“Pada dasarnya pemimpin harus mampu menyerap aspirasi masyarakat,” ucap Rendi.
Ibnu Hajar rahmatullah ‘alaihi dalam kitab Fathul Bari mengatakan, kritik berfungsi mengingatkan ketika pemimpin lalai, menutupi kekurangan saat terjadi kesalahan, menyatukan suara rakyat yang terbelakang, memulihkan hubungan hati yang saling terpisah.
Kritik pada dasarnya adalah bentuk partisipasi yang menjaga keutuhan dan keadilan dalam kepemimpinan.
Editor : Redaksi (Ir)
Social Header