Breaking News

Refleksi Pilkada 2024, Pengajian Rutin di Kupi Nanggroe dengan Tema “Bek Syeh Syoh”

BANDA ACEH | Refleksi Pilkada 2024, Pengajian rutin malam Selasa di Kupi Nanggroe (16/12/2014) mengangkat Tema “Bek Syeh Syoh”, edisi kali ini Abiya Jeunieb lah yang berperan sebagai pemateri.

Kata-kata ini populer sejak di ucapkan Gubernur Aceh terpilih Muzakkir Manaf. Bek Syeh Syoh adalah sikap menyimak dengan baik ketika orang lain sedang berbicara perkara yang penting.

Kadangkala masyarakat kita suka ‘meribut' dibelakang tatkala guru sedang menerangkan pelajaran, hal ini juga dapat disebut sebagai suatu sikap yang tidak memiliki adab yang seharusnya ditunjukkan.

Bek Syeh Syoh juga bisa bermakna suatu kondisi yang memunculkan gagasan yang sedang hidup, ada aksi tanya jawab yang begitu seru, yang tak ingin dipecahkan oleh suara-suara gaduh orang yang memang kerjaannya suka buat gaduh tanpa memahami persoalan dengan bijaksana.

Penulis Belanda pernah menulis tentang karakter orang Aceh yang menurutnya adalah unik dan cerdas.

Orang Aceh tahu apa yang sedang terjadi tapi seringkali berlaku acuh-tak acuh seolah tak mengetahuinya.

Orang Aceh bahkan dalam ingatan Belanda tahu mana tentara yang serius atau main-main dari gerak-geriknya.

Situasi ini pula yang dimanfaatkan oleh orang Aceh untuk bergerilya bebas memburu tentara Belanda yang datang khusus untuk menjajah tanah Aceh, mana mungkin.

Bek Syeh Syoh boleh jadi berarti sebuah kesepakatan raya yang sedang diusung bersama sebagai sebuah pencapaian yang visioner untuk membawa perubahan besar.

Dulu pasca tsunami kita sering mendengar ‘Bek Rioh-Rioh' sebagai plesetan dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR).

Boleh jadi dulu Bek rioh-rioh dijadikan sebagai jargon untuk perbuatan korupsi yang sedang dilakukan secara massal oleh pejabat.

Sebab dana tsunami dulu konon katanya jika dibagikan kepada setiap penduduk Aceh maka setiap orangnya memperoleh 50 Juta Rupiah.

Namun sejak ditanda tangannya perjanjian MoU Helsinki siatuasi perpolitikan Aceh berubah. Partai Aceh mendominasi parlemen sejak 20 tahun terakhir.

Namun kekuatan partai lainnya di Aceh pun tak kalah sentral terutama Partai Nasional yang memiliki pengalaman panjang dan kekuatan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Agaknya kehadiran Partai Nasional di Aceh kali ini agak mengalah dan hampir tidak mendominasi lagi Aceh seperti era sebelum MoU Helsinki.

Muallem dan Dek Fadh yang terpilih melalui proses pilkada 27 November 2024 lalu pun tak ingin menyia-nyiakan kemenangan yang telah diraih.

Makanya jargon ‘Bek Syeh Syoh' yang digaungkan oleh Muallem boleh jadi bukan sarana menjadikan rakyat Aceh sebagai penonton tapi juga sebagai pemain.

Bangsa Maju apabila masyarakat nya diberi kesempatan menjadi pemain bukan hanya penonton.

Maka kalimat ‘Bek Syeh Syoh' hendaknya kita jadikan refleksi mengingat peristiwa tsunami yang sebentar lagi akan kita peringati. 

Sudah seberapa besar kita memainkan peran untuk terlibat aktif dalam mengeluarkan Aceh dari ketertinggalan.

Sudah berapa besar kita kembali merapatkan shaf baik dalam shalat berjama’ah maupun ketika di luar Mesjid  dalam mengurus tata kelola pemerintahan, perniagaan, permasyarakatan dan moralitas berbangsa.

‘Bek Syeh Syoh’ ada karena kita tidak memonopoli kegiatan mendengar, sebab Bangsa yang besar selalu ingin belajar, prosesnya adalah memperbanyak aktifitas mendengar, memahami, menelusuri dan membuktikan.

‘Bek Syeh Syoh’ hadir karena masyarakat kita seperti berhenti belajar dan mau benar sendiri tanpa belajar lagi.

Maka jika di tengah ruangan guru besar sedang menerangkan ilmu lantas kita tidak menyimak dan menerima transferan ilmu maka bisa dipastikan kita akan mundur kebelakang terhadap perkara yang belum secara utuh kita ketahui. Jadi ketika ada orang alim di depan ‘Bek Syeh Syoh' ya!

Sumber : RSM
Editor    : Redaksi (Ir)
© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini