BANDA ACEH | Rumah Garam Aceh yang diketuai Teuku Tansri Jauhari, SE memiliki 2 produk garam lokal asli Aceh yaitu merk Get dan Monkuta, garam konsumsi ini telah memiliki surat izin edar dari BPOM, sertifikat halal dan SNI sehingga layak untuk dipasarkan.
Seperti diketahui kebutuhan garam konsumsi provinsi Aceh setiap tahun berjumlah 4.500-5.000 ton. Namun hingga saat ini petani garam lokal baru mampu memproduksi sejumlah 20 % dari kebutuhan per tahun konsumsi Garam Aceh tersebut.
Provinsi Aceh ditunjuk oleh Pemerintah RI sebagai cluster produksi di Pulau Sumatera. Dengan mengandalkan 8 kabupaten/kota mencakup Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Abdya dan Simeulue.
Teuku Tansri Jauhari di Forum Group Discusion yang digelar sebanyak dua kali sejak Agustus hingga 10 Desember 2024 kemarin mengatakan pemerintah berperan penting untuk membantu petani meningkatkan produksi dan standarisasi layak konsumsi berdasarkan potensi kelautan di pesisir kedelapan Kabupaten/Kota dimaksud.
“Berharap difasilitasi oleh pemerintah Aceh terutama Dinas Kelautan,” ucapnya Via pesan suara kepada asumsipublik .id, Malam Kamis (11/12/2024).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Bidang Pangan Zulkifli Hasan pada saat rapat koordinasi terbatas Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta, Jum'at (29/11/2024) lalu.
“Pertama berita gembira bahwa tahun 2025, kita tidak akan impor jagung untuk pakan, tidak akan impor lagi garam untuk konsumsi, tidak impor gula untuk konsumsi, keren kan? Tidak impor beras untuk konsumsi,” Ucap Zulhas dikutip dari kumparan.com
Sejak dua bulan lalu Teuku Tansri Jauhari melalui Rumah Garam yang didirikan oleh beliau sudah menyurati Pj. Gubernur Aceh Bapak DR. H. Safrizal, ZA untuk melakukan audiensi namun hingga kini pihak kantor Gubernur belum mengabari kapan jadwal audiensi akan diberi kepada Rumah Garam.
“Petani garam di Aceh perlu perbaikan fasilitas-fasilitas, dukungan pihak perbankan untuk memberdayakan petani garam,” tukas Ketua Rumah Garam.
Apalagi secara syarat administrasi layak edar secara lengkap petani garam harus mengeluarkan biaya mencapai 100 juta rupiah untuk mendapatkan sertifikat halal, SNI dan izin edar BPOM.
Seorang petani garam Nasir mengatakan biaya ini tidak mampu dipikul oleh petani. Apalagi selama ini belum ada semacam regulasi satu pintu untuk menentukan satu harga pembelian garam di Aceh .
Tansri Jauhari berharap Pemerintah Aceh mau berkolaborasi dengan Rumah Garam yang didirikannya untuk meningkatkan kualitas dan produksi garam di Aceh.
“Perlakuan, penanganan, proses produksi garam masih memerlukan pendampingan dan dukungan penuh pemerintah,” ucap Tansri.
Rumah Garam juga siap berperan dalam sertifikasi, pembinaan, pendampingan, menampung, menjual dengan dukungan pembiayaan yang diberikan oleh pemerintah Aceh.
FGD yang digelar 10 Desember 2024 dihadiri oleh santri yang berprofesi sebagai petani garam, petani garam skala kecil, mahasiswa dan dosen dari UIN Ar-Raniry dan USK.
Tansri juga berharap pihak universitas dapat berperan aktif untuk peningkatan mutu dan kualitas garam di Aceh melalui riset untuk meningkatkan nilai ekonomis garam.
Untuk mencapai garam yang layak konsumsi berbeda perlakuannya dengan untuk menciptakan garam industri baik untuk pupuk maupun perminyakan. Hasil larutan NacL berada pada angka 97untuk industri, pupuk dan perminyakan, sedang Untuk garam konsumsi berada pada angka 90-94 NacL.
Namun pendampingan petani garam untuk mendapatkan pengukuran kadar NacL yang tepat dari segi fasilitas belum mencakup sesuai yang dibutuhkan petani garam saat ini.
Melalui Rumah Garam, mekanisme untuk mendapatkan fasilitas pengukuran NacL Tansri Jauhari berharap dapat dijadikan sebagai mediator oleh Pemerintah terhadap seluruh aktifitas produksi garam di Aceh.
Saat ini perlakuan garam di Aceh masih berupa sistem rebus dan tunnel, kedepan perlu kolaboraso antara pemerintah, pelaku usaha untuk membentuk kesepahaman dan kesepakatan bersama agar garam lokal memiliki daya saing baik dari segi mutu maupun kualitas.
FGD di Kyriad Hotel kemarin turut dihadiri oleh Fadhli mewakili BSI, Ibu Effiyanti mewakili BPOM, Muammar mewakili UIN Ar-Raniry, Acara diskusi ini juga dibuka langsung oleh Pak Aliman Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh.
Garam yang produksi Rumah Garam bermerk Get dan Monkuta maupun merk lokal lainnya memerlukan keberpihakan kebijakan pemerintah agar petani lokal sejahtera.
Alhamdulillah acara Dialog Konsumen " Penyerapan Standarisasi Garam Bersama Konsumen Garam Konsumsi Lokal ( Produsen Garam - Warung - Rumah Makan - Hotel - Rumah Tangga ) Seri I - Standarisasi BPOM RI, kerjasama Rumah Garam Aceh dg Fakultas Riset dan Teknologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh tgl 10 Desember 24 berjalan dg baik dan sukses, serta dukungan dari berbagai pihak." Pungkas T.Tansri Jauhari - Ketua Rumah Garam Aceh.
Editor : Redaksi (Ir)
Social Header