BANDA ACEH | Alumni PJA asal Aceh, Sekaligus ketua Asosiasi Paralegal Justice Award, Alta Zaini, NL.P, merupakan salah satu Purna Paskibraka Aceh Tahun 1981, sekarang menjabat sebagai Keuchik Lampulo, dan Juga Pelatih Paskibraka Provinsi Aceh "Mengecam, Mengutuk keras dengan hebohnya peserta Paskibraka Nasional yang dikukuhkan oleh Presiden RI untuk persiapan mengikuti Upacara Hari Kemerdekaan RI ke 79 di Istana Garuda IKN."
Kepada media, Jum'at 16 Agustus 2024, Alta Zaini menanggapi dan menegaskan, Sikap yang diambil oleh Pusat dalam hal ini BPIP sudah mencoreng nama baik daerah dan agama, khususnya disini Aceh, sangat menyesal kalau dilihat apa yang terjadi ditahun ini untuk peserta Paskibraka Nasional.
Dua tahun berlangsung Hari Kemerdekaan RI yang ditangani BPIP RI (sebelumnya Kemenpora) dengan DPPI (Duta Purna Paskibraka Indonesia) berjalan sangat mulus mulus saja, walau ada beberapa kekhususan disaat seleksi ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota harus mengikuti ujian dari tingkat pusat TIU dan TWK.
Akan tetapi ditahun 2024 ini kita semua dikagetkan dengan berita-berita dimedsos, mengenai anggota Paskibraka khusus Putri tidak mengenakan Jilbab. Saya merasa ada keanehan serta unsur2 lain dibalik itu semua. Karena mulai dari seleksi dua pasang yang kita kirimkan ketingkat pusat hingga dipanggil kembali satu pasang tetap memakai jilbab. Latihan, serta kegiatan lainnya juga tetap memakai Jilbab.
Nah kenapa disaat Pengukuhan dihadapan Presiden, petinggi-petinggi Negara lainnya dan media, anggota Putri harus membuka Jilbab. Apakah yang mengintruksikan atau yang bertanggung jawab dikegiatan ini BPIP tidak memikirkan atau mengetahui Akidah serta larangan bagi Agama kami islam yang memang diwajibkan untuk nenutup Aurat. 40 tahun sudah saya melatih dan menyeleksi Paskibraka, baru tahun ini agak shock dan Kecewa berat. Ungkap Alta Zaini dengan nada kesal dan kecewa.
Ditahun 2002 Aceh lah yg pertama sekali mengirimkan peserta Putri dengan menggunakan Jilbab. Disaat itu juga ada beberapa pendapat serta saran dari Pusat untuk membuka Jilbab, namun pihak pusat menghubungi Pemerintah Aceh (Dispora) dan Pelatih tentang hal tersebut. Kita khususnya Aceh menolak peserta putri untuk melepas Jilbab, karena kita mempunyai Qanun/UUPA (Perda) yg mengatur untuk berpakaian muslimah/menutup aurat bagi umat Muslim di Provinsi Aceh.
Saya sepakat dengan Pj Gubernur, MUI Aceh dan pihak2 lain meminta agar adik Dzawata dipulangkan saja kembali ke Aceh dari pada senang sesaat dengan pujian Duniawi dari pada siksaan diakhirat. Wanita yang menampakkan sehelai saja rambutnya akan masuk Neraka selama 70.000 tahun. Bukan hanya ia, tetapi akan menyeret laki-laki terdekatnya (Ayah kandung, adik lelaki, Suamimu, anak Kandung laki-laki-mu). Kata Alta Zaini Purna Paskibraka 1981.
Membuka jilbab bagi anggota putri bukan Alasan untuk keseragaman. Sejarah sudah memperlihatkan, disaat pertama sekali bendera merah putih dikibarkan, bukan jilbab yang dipakai, justru selendang penuh. Tetap juga berkibar dan tidak mengganggu dipelaksanaannya.
Sebelumnya Aceh juga selalu mengirimkan anggota paskibraka untuk tingkat nasional tetap memakai Jilbab, tahun 2016 justru Putri Aceh Cut Aura dipasukan 8 membawa Baki, saat Sore, serta banyak lagi yg memakai Jilbab diposisi 8. Justru dengan memakai Jilbab kelihatan lebih cantik. Ungkap Pelatih Paskibraka Provinsi Aceh.
Jalankan sajalah apa yang sudah dilakukan pendahulu-pndahulu kita sebelumnya. Tidak usah membuat Manuver atau coba-coba sesuatu. Ini menyangkut Akidah, Surga dan Neraka. Salah satu harga diri utama umat Islam dalam menjaga syaria'h. Pungkas Alumni paskibraka 1981.
Editor : Redaksi (Ir)
Social Header