Breaking News

Mushannif : Pemimpin Harus Berani Minta Jakarta Hadirkan Kesetaraan Hak Untuk Berkembang

Tgk. H. Mushannif, SE,SH 

BANDA ACEH | Calon Bupati Aceh Besar Tgk. H. Mushannif, SE,SH mengatakan perlu keberanian untuk meminta keberpihakan pemerintah pusat terhadap Aceh agar terlepas dari stigma daerah konsumen dan beralih menjadi daerah penghasil yang produktif.

Aceh Besar yang notabene memiliki luas 44 kali lebih besar dari Kota Banda Aceh memiliki sejumlah besar lahan kosong non produktif, menurutnya intervensi atau keberpihakan pemerintah pusat sangat berpengaruh untuk pengembangan daerah kedepan.

Malam Kamis (15/08/2024) itu Pria yang akrab di sapa Cek Mus ini hadir di Taufik Kopi, Pocut Baren bersama para teman sejawat, warga Aceh Besar, Tokoh-tokoh penting dan pemilik warkop itu sendiri. Kami baru saja menunaikan Shalat Maghrib dan Isya secara berjama’ah, saya yang berada tepat di samping kiri beliau ketika Shalat memulai percakapan tentang arah pembangunan Aceh Besar kedepan.

Mushannif bercerita telah memulai masa mudanya dengan menjadi pebisnis ulung, berbekal uang warisan dari orangtua merintis usaha peternakan ayam potong, hingga di kemudian waktu dipercaya oleh Charoen Phokphand sebuah perusahaan perkembang biakan ayam asal Thailand untuk menjadi distributor tunggal di Aceh.

Mushannif juga bercerita tentang pengalamannya membuat kebijakan harga jual pakan ternak ayam di bawah harga yang berlaku di Sumatera Utara, namun tindakannya itu telah memantik kemarahan pengusaha pakan ternak asal Sumut, dan hampir saja status agen tunggal pakan ternaknya di Aceh berakhir.

Politisi yang pernah menduduki kursi ketua DPRK Aceh Besar ini mengatakan untuk menghadirkan keberpihakan pemerintah pusat agar dunia usaha bisa berkembang di Aceh, sehingga posisi Aceh saat ini yang masih menjadi daerah konsumen menuju daerah produsen perlu kekompakan antara Gubernur Aceh terpilih nanti dengan Bupati dan Walikota untuk sama-sama meminta kepada Presiden agar hak Aceh untuk keluar dari zona konsumen menjadi daerah yang produktif.

“Gubernur terpilih bersama Bupati terpilih sama-sama minta ke Jakarta agar Aceh disamakan dengan Sumut,” tutur pimpinan pesantren Darul Ihsan ini.

Ide sentralisasi ekspor-impor di gerbang pelabuhan Belawan, Sumut secara tidak langsung telah ‘membunuh’ potensi Sabang, Krueng Raya, Aceh Utara dan Aceh Timur yang notabene memiliki tingkat strategis lokasi yang sederajat.

“selama pemerintah pusat tidak mengistimewakan Sumut pasti jalan, tapi kalau tetap mengistimewakan Sumut ya payah kita Aceh,” ucap Mushannif.

Daerah Aceh umumnya memiliki potensi pariwisata, perikanan, kelautan, peternakan, perkebunan dan pertanian yang tidak di optimalkan.

Aceh Besar salah satu daerah yang memiliki potensi keenam bidang tadi yang sangat luar biasa, namun ide mendatangkan Investor asing boleh jadi tidak menjadi solusi.

Kebijakan pemerintah daerah untuk berani menggelontorkan modal usaha tanpa agunan kepada masyarakat untuk merangsang tumbuhnya perekonomian sektor real agar Aceh mampu memutus mata rantai ketergantungan pada Sumut.

“disitu harus berani Gubernur, Bupati, Walikota untuk memberikan satu kebijakan misalnya di tingkat berapa yang gak perlu agunan,” lanjut Tgk. Mushannif.

Aceh terancam menjadi daerah konsumen selamanya jika petani muda tidak lahir dan jiwa wirausaha dalam diri pemuda sangat rendah.

“Kalau kita punya keinginan yang kuat untuk jadi wirausahawan pasti jalannya ada,” ucapnya.

Namun pemimpin Aceh kedepan harus berani dan bisa membedakan mana antara loyalitas, negosiasi dan (penjilat) untuk menghadirkan keberpihakan pemerintah pusat atas Aceh dalam anggaran maupun kesamaan hak untuk berkembang.

Mushannif memandang untuk menegakkan syari’at Islam terkhusus di Aceh Besar perlu membangun perekonomian yang merata, momentum pemilihan kepala daerah harus bisa merespon keinginan terbesar masyarakat kelas menengah ke bawah.

Saat ini para petani harus berjuang sendiri mengembangkan pertaniannya dari awal hingga akhir tanpa ada perlindungan harga dan fasilitas yang maksimal dari pemerintah.

Sehingga profesi sektor real menjadi tidak menarik bagi pemuda dan di Aceh umumnya profesi petani di jalani oleh orang-orang tua.

Pentingnya keberpihakan anggaran dari pemerintah gampong untuk mengalokasikan separuh dari dana gampong untuk kegiatan perekonomian perlu satu intruksi dari pemimpin.

Menjadikan daerah Aceh Besar sebagai daerah produsen perlu kerja keras dari tanggung-jawab moral, karena amanah kekuasaan jika tidak di arahkan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum akan menjadi dosa besar di hadapan Allah.

Dirinya berkomitmen untuk bisa menjalankan roda pemerintahan Aceh Besar melalui mimbar Khatib, diskusi publik, kuliah umum hingga menyasar kebutuhan emak-emak yang selama ini hampir tidak tersentuh mengingat luasnya wilayah Aceh Besar dan dari 603 Gampong perlu perhatian intensif, pergerakan dari satu Gampong ke Gampong yang lain untuk mendengar aspirasi masyarakat merupakan prioritas Mushannif untuk dapat menjadikan Aceh Besar sebagai daerah yang berkembang dan sejahtera. 

Sumber : Rizki Satria Manalu
Editor    : Redaksi (Ir)
© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini