Breaking News

Tgk Musannif: Terkait Soal Perkara Agama, Mengajak Para Umara Semua Jangan Sia-siakan Ilmunya Untuk Bertanya Kepada Ulama

BANDA ACEH | Himpunan Ulama dan Dayah Aceh (HUDA) bersama Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) baru saja menggelar seminar kebangsaan bertajuk “merawat jagat membangun peradaban bersama ulama dan dayah Aceh”, hari Sabtu (29/6) lalu.

Seminar yang diisi oleh pemateri ketua umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dan ketua umum HUDA Tgk. Muhammad Yusuf Abdul Wahab (Tu Sop Jeunib) ini membicarakan tentang “menemukan pemimpin yang ideal untuk Aceh” karena 27 November 2024 nanti pemilihan kepala daerah setingkat Gubernur, Walikota dan Bupati di gelar serentak di seluruh Indonesia termasuk provinsi yang kita cintai seuramoe mekkah.

Sebagai jurnalis media online wilayah kerja Banda Aceh, dari Aceh terkini, yang turut berkecimpung dalam kontrol sosial merasa perlu bertanya kepada H. Tgk. Musannif, SE, SH sebagai ketua Yayasan Dayah Hasan Krueng Kalee dan sekaligus calon bupati Aceh Besar dalam menanggapi kesimpulan yang di ‘tangkap’ selama seminar berlangsung sejak bakda dzuhur hingga pukul 16.45 Wib. 

Ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf mengungkapkan alasan kekurangan kepempimpinan di Indonesia lantaran orang yang alim tidak sempat mempersiapkan diri menjadi pemimpin dan pemimpin yang ada tidak menyempatkan diri untuk terus berbenah memperbaiki kelemahan diri.

“yang ideal itu sudah dicontohkan semua panduannya oleh baginda rasulullah shallallahu'alaihi wassalam tapi mengimplementasikan nya gak mudah,” tutur H. Tgk. Musannif.

Dan fakta menunjukan sistem perpolitikan di Indonesia masih menganut politik konvensional sedang untuk mengonversikannya menjadi politik berbasis syari’ah perlu pemikir-pemikir hebat untuk merumuskannya agar syari’at yang ada menjadi solusi bukan masalah. 

Lantas Ketua Yayasan Hasan Krueng Kalee ini berpendapat bahwa pendidikan yang menyasar masyarakat paling bawah lah salah satu langkah untuk mewujudkan politik berbasis syari’ah. Apalagi ketika jalan pintas politik uang dianggap pantas.

“gak mudah, pendidikan harus dibenahi,” ucap poltisi yang melepaskan baju PPP demi memilih Anies Baswedan di Pemilihan Presiden lalu.

Ulama dan dayah memiliki peran penting dalam menerangi ummat Islam agar tidak terjerumus kedalam konsep politik konvensional yang cenderung menghalalkan segala cara agar menjadi pemenang dalam setiap kontestasi politik.

Dahulu orang yang mencalonkan dirinya sendiri tidak dilirik oleh Nabi Muhammad shalallahu'alaihi wassalam untuk mengemban amanah. Orang yang menjadi pemimpin suatu urusan biasanya direkomendasikan oleh khalayak karena terkenal kebaikannya.

Ada yang lebih diutamakan karena lebih memahami Al-Qur'an dibandingkan kandidat yang lain dan standar akhlak lah yang menjadi tolak ukur. Tatkala Shalahuddin Al-Ayubi di era Nuruddin Zanki menjadi khalifah mereka berlomba-lomba memberikan pelayanan kepada umma Islam. Sehingga saat masih menjadi Gubernur di Mesir Shalahuddin Al-Ayubi menggerakkan ummat untuk mengoptimalkan sungai nil sebagai sumber pengairan kebun gandum dan kurma mereka, setelah itu sang Gubernur mengutip zakatnya sebesar 10%. Dan mensubsidi ummat islam dari seantero dunia untuk berhaji setiap jiwa senilai 2 dinar emas. Akibat kebijakannya ini di periode selanjutnya masyarakat Islam sedunia kala itu merekomendasikan Shalahuddin Al-Ayubi lah yang pantas menjadi khalifah.

Namun ketika politik konvensional berkuasa aliran manfaat hanya untuk kepentingan mengekalkan kekuasaan bagaimana pun caranya. Sehingga tak heran Poltikus Barat berkomentar “tidak ada teman yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan,” 

Jelas sekali sebuah diksi yang menunjukkan bahwa pertemanan hanya dijalin atas dasar keuntungan duniawi semata. Inilah yang menjadi kiblat parpol di Indonesia tak terkecuali Partai Islam. 

Ketika politik konvensional berkuasa terjadi mal praktik terhadap syari’at Islam tak terkecuali di seuramoe mekkah. Jalan keluarnya adalah tidak ada cara lain selain mengikuti khulafaurasyidin yang dijamin mendapat petunjuk.

Maka disinilah kesempatan terbukti kebenaran “umara yang baik mendekati ulama untuk belajar, ulama yang buruk mendekati umara untuk mendapatkan dunia”. 

Sumber : Rizki Satria Manalu
Editor    : Redaksi (Ir)
© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini