MALASYIA | Seorang warga negara Indonesia (WNI) belum lama ini dibebaskan setelah 40 tahun dipenjara di Malaysia.
40 tahun dipenjara, ia pun menjadi napi terlama yang pernah menghuni penjara di Negeri Jiran.
Namun kini, WNI tersebut telah dibebaskan dipulangkan ke kampung halamannya ke Indonesia.
Lantas, siapakan sosok WNI tersebut dan bagaimana kisahnya?
40 tahun mendekam di penjara Malaysia
Ialah Jamil Arshad, WNI yang tercatat menjadi napi terlama yang pernah menghuni penjara Malaysia.
Melansir Kompas.com, kantor berita Malaysia, Bernama melaporkan, Jamil Arshad telah mendekam 40 tahun di penjara "Negeri Jiran".
Hal itu membuat laki-laki berusia 63 tahun tersebut menjadi napi terlama di Malaysia.
Pada 22 Maret Jamil Arshad menerima pengampunan kerajaan dari Sultan Johor, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar.
Sedianya, Jamil Arshad divonis penjara seumur hidup di Malaysia.
Bernama melaporkan, setelah mendapat pengampunan, Jamil akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya di Kampung Guang, Keliwang, Sembawa di Indonesia -kemungkinan yang dimaksud adalah Taliwang, Sumbawa Barat- pada Selasa (18/4/2023) pagi waktu setempat.
“Ketika saya diberitahu bahwa saya akan mendapatkan grasi kerajaan dari Sultan Ibrahim, saya hampir tidak percaya karena saya telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup,"
"Pada tahun 2012, ada amnesti massal di Johor di mana tahanan terlama saat itu adalah 37 tahun, sedangkan saya 29 tahun. Saya berkata dalam hati, saya tidak akan punya kesempatan," ucap Jamil yang ditemui Bernama di Penjara Taiping.
Dirinya saat itu yakin akan mati di penjara.
"Yang bisa saya pikirkan hanyalah apa yang akan saya bawa ke akhirat ketika saya mati, jadi saya fokus pada doa. Kemarin pagi, ketika direktur Penjara memberi tahu saya bahwa saya akan mendapatkan pengampunan, saya pun tidak menanggapinya," jelas Jamil.
Dia baru percaya akan mendapat pengampunan setelah direktur penjara menunjukkan foto saudara laki-laki Jamil.
“Baru setelah direktur Lapas masuk dan bertanya kepada saya, 'Pak Jamil bisa menjahit Baju Melayu seperti ini? Sambil menunjukkan foto laki-laki'. Saya melihat dan berkata, 'ya saya bisa'. Tetapi direktur bersikeras agar saya melihat foto itu lagi dan meminta untuk menebak siapa orang itu,"
"Saya mengenali orang itu tetapi saya tidak ingat di mana saya bertemu dengannya sebelumnya dan ternyata itu adalah saudara laki-laki saya, dan saya langsung pergi ke ruang tahanan saya dan menangis karena tidak percaya berita itu,” cerita Jamil.
Menurut laporan Kantor berita Malaysia, Bernama, Jamil mengaku bersyukur diberi kesempatan untuk menghabiskan sisa hidupnya di desanya.
Meski demikian, jauh di lubuk hatinya, dia merasa berat meninggalkan penjara yang telah membantunya untuk bertobat dan menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Dia mengaku berat berpisah dengan staf penjara Malaysia yang sudah menganggapnya sebagai teman, bukan sebagai tahanan.
"Saya senang diberi pengampunan, tetapi pada saat yang sama, saya juga sedih meninggalkan penjara. Senang bisa dibebaskan, tapi sedih berpisah dengan staf yang menganggap saya seperti teman dan bukan sebagai tahanan,” ujar Jamil kepada Bernama, sebagaimana dilansir Bernama dari Kompas.com.
Jadi penjahit hingga guru agama selama dipenjara
Selama di penjara, Jamil menjadi penjahit yang terampil. Bernama melaporkan, dia telah menjahit ribuan Baju Melayu dan blazer untuk para petugas penjara.
Sebelum dipindahkan ke Penjara Taiping, Jamil pernah dikirim ke penjara Johor Bahru. Di penjara Johor Baru, dia sempat mempelajari keterampilan membuat perabot rotan seperti kursi dan meja.
Berbekal ilmu agama yang diperolehnya selama berada di desa, Jamil mengaku, selama 40 tahun merayakan Hari Raya di penjara, dirinya pernah juga memimpin jamaah lain, termasuk saat shalat Idul Fitri.
Jamil berpesan kepada para pemuda agar tidak menyia-nyiakan masa mudanya dan tetap berpegang teguh pada agama agar tidak melakukan perbuatan yang tidak baik.
“Saya bukan orang baik bahkan ketika saya di Indonesia, saya selalu dalam kondisi kehidupannya terganggu, bahkan penjaranya dah jadi rumah "keluar masuk penjara". Dan, berkat petugas lapas di sini, saya bisa mengubah hidup saya dan menjadi manusia yang tidak pernah melewatkan shalat sejak tahun 90-an," ucap dia kepada Bernama.
“Saya bertekad untuk mengubah segalanya. Saya shalat lima kali sehari dan tidak melewatkan nasihat yang diberikan kepada saya, yang membuat 36 tahun terakhir di sini terasa seperti 36 bulan. Ketika saya melihat ke cermin, saya melihat bahwa rambut saya beruban. Ketika saya masuk penjara saya gemuk, tapi sekarang saya kurus,” katanya.
Dia pun berterima kasih kepada Sultan Ibrahim dan seluruh staf Penjara Taiping.
Sosok Jamil dimata Direktur Penjara Malaysia
Direktur Penjara Taiping SAC Nazri Mohamad mengatakan, Jamil dikirim ke Penjara Johor Bahru pada Februari 1983 setelah dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan diberi enam pukulan tongkat di bawah Pasal 5 Undang-Undang Senjata Api (Peningkatan Hukuman) 1971 (UU 37) oleh Pengadilan Sesi Johor Bahru.
Jamil kemudian dipindahkan ke Penjara Taiping pada tahun 1986 untuk menjalani hukumannya.
Menurut Nazri, pada 22 Maret, Jamil menerima pengampunan kerajaan setelah pertemuan Dewan Pengampunan Negara Bagian Johor dengan syarat dia harus dideportasi ke Indonesia dan berjanji untuk tidak kembali ke negara itu lagi.
Nazri juga menggambarkan Pak Jamil, panggilan akrab Jamil sebagai napi saleh yang rajin dalam segala hal yang digeluti.
Menurut dia, Jamil juga disukai banyak napi lain.
“Dia aktif dalam kegiatan keagamaan dan menjadi imam serta mengajar narapidana lain membaca Al-Qur'an. Sebut saja 'Jamil Hayat' (sebutan akrabnya di penjara) dan semua orang akan mengatakan bahwa mereka mengagumi dan menghormatinya karena karakter, kepemimpinan, dan pengetahuannya,” tambah Nazri sebagaimana dikutip dalam Berita Laporan Malaysia Bernama Kompas.com. [Red]
Social Header